BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi
upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang
dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya
pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan
pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana Pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional[1].
Pembangunan karakter
dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini,
seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan
perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya
nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya
kemandirian bangsa[2].
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan
kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai
salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun
2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila.”
Terkait dengan upaya
mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN,
sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”[3]
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk
melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai
prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan
dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter
disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah
untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik &
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Atas dasar itu,
pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang
salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation)
tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif)
tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik
dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang
baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing),
akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral
feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter
menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan
dilakukan[4].
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN
KARAKTER
A. Pengertian Pendidikan
Karakter
Sebelum
mengemukakan arti pendidikan karakter penulis terlebih dahulu akan mengemukakan
arti pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah upaya berupa bantuan yang
diberikan kepada orang yang belum dewasa agar menjadi dewasa secara individual,
social, dan moral. Sedangkan karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Scerenko (1977)
mendefinisikan karakter sebagai atribut atau cirri-ciri yang membentuk dan
membedakan cirri pribadi, cirri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang,
suatu kelompok atau bangsa.
Mengacu pada definisi di atas
bahwa nilaidasar yang membangun pribadi seeorang, erbentuk baik kerena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,
erta pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orangl lain, erta
diwujudkna dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari –hari.[5]
Sedangkan pengertian pendidikan
karakter menurut Winston yang dikutip oleh Samani adalah hal positif apa saja
yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karaker siswa yag diajarnya.
Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru
untujk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Winston, 2010)[6].
Pendidikan karaker elah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yag mendukung
pengembangan social, pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa.
Merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun
pemerintah untukmemvbantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai –nilai etik
dan nilai –nilai kinerja , seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness,
keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan
orang lain. Pendidikan karakter menurut Burke seperti yang dikutip Mukhlas[7]
semata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian
yang fundamental dari pendidikan yang baik.
Menurut Scerenko (1997) pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana
ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui
keteladanan , kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar),
serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa
yang diamati dan dipelajari)[8].
Jadi pendidikan karakter adalah
proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia setuhnya
yang berkarakter dalam dimensi hati, piker, raga, serta rasa dan karsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa
yang baik, dan menwujudkan kebaikan itu dalam kegidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
Ada tiga komponen karakter yang
baik[9]
menurut Masnur Muslich yaitu Moral Knowing, Moral Feeling, dan Moral Action.
Moral knowing merupakan hal yang penting untuk diajarkan. Moral knowing ini
terdiri dari enam hal, yaitu: (1) moral awareness (kesadaran moral), (2)
knowing moral values (mengetahui nilaipnilai moral), (3) perspective taking,
(4) moral reasoning, (5) decision making, dan (6) self knowledge.
Moral feeling adalah aspek yang
lain yang haus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energy dari diri
manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal
yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk
menjadi manusia berkarakter, yakni (1) conscience (nurani), (2) self esteem
(percaya diri), (3) empathy (merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the
good (mencintai kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri), dan (6)
humility (kerendahan hati).
Moral action adalah bagaimana
membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan
tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter
lainnya.
B. TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan
mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur
Pancasila.
Pendidikan karakter
berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Pendidikan karakter dilakukan
melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat
sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. NILAI-NILAI
PEMBENTUKAN KARAKTER
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan
nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan
pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian
empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang
dimaksud seperti: keagamaan, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli
lingkungan, kerja keras, dan sebagainya.
Dalam rangka lebih memperkuat
pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18
nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5)
Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu,
(10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli
Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab (Sumber: Pusat
Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman
Sekolah. 2009:9-10).
Meskipun telah dirumuskan 18
nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan
prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai prakondisi yang telah
dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan
kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis
konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis
nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu
dengan lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat
dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan,
seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak peringatan Hardiknas di Istana
Negara (Selasa, 11 Mei 2010) mengutarakan:
”…Saudara-saudara,
kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering mendampingi saya, sebelum saya
dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju, yang membanggakan, Saya lihat
kamar mandi dan WC-nya bersih tidak, bau tidak, airnya ada tidak. Ada nggak
tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan secara umum, ketertiban
secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama 10 tahun lebih tiap hari
berada dalam lingkungan yang bersih, lingkungan yang tertib, lingkungan yang
teratur itu ada values creation. Ada character building dari segi itu. Jadi
bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya….”[10]
D. PROSES PENDIDIKAN KARAKTER
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan
sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan berikut:
OLAH
HATI, OLAH PIKIR, OLAH RASA/KARSA, OLAH RAGA:
beriman dan bertakwa, jujur,
amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang
menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotikramah, saling menghargai,
toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit ,
mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
dinamis, kerja keras, dan beretos kerjabersihdan sehat, disiplin, sportif,
tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif,
ceria, gigih, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka,
produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
E. RUANG LINGKUP
PENDIDIKAN KARAKTER
Pada hakekatnya
perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam:
(1) olah hati (spiritual
& emotional development);
(2) olah pikir (intellectual
development);
(3) olah raga
dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan
(4) olah rasa
dan karsa (affective and creativity development).
Proses itu
secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi,
serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di
dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada penjelasan
di atas[11].
F. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Ada beberapa Strategi dalam Pelaksanaan Pendidikan
Karakter.
1. Strategi di Tingkat Kementerian Pendidikan
Nasional
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan
Nasional dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu: pertama melalui stream
top down; kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui stream
revitalisasi program.
Kementerian
Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan upaya-upaya
pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu
sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan
menjadi aktor terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai
karakter.
·
Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional
mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter
di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
·
Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian
Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas,
pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di Unit Utama
maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta pemangku kepentingan pendidikan
lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan
mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2. Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa langkah yang digunakan
pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya
dilakukan secara koheren.
a.
Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah,
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mendukung terlaksananya pendidikan karakter
di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan
pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan semua potensi yang
ada didaerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang terkait
dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang
kuat dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan
karakter.
b.
Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang
dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan
daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan penambahan baik
indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga
perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan
menyebarkan (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di lingkungan
masyarakat luas).
c.
Memberikan dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat provinsi dan
kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk
pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya
dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah seperti
TPK Provinsi dan kabupaten/kota.
d.
Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana,
prasarana, dan pembiayaan ditunjang bukan hanya oleh dinas pendidikan tapi juga
oleh dinas-dinas lain yang terkait seperti dinas pertamanan/pertanian dalam
mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
3. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan
evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan.
Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran
aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan
pengayaan.
a. Kegiatan
Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan
karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep
belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta
didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif
(olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta
psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi,
yaitu: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c)
pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran
berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan
karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung
jawab, rasa ingin tahu.
b. Pengembangan Budaya
Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan
belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:[12]
1).Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta
didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara
hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas,
shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdo’a sebelum pelajaran
dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga
pendidik, dan teman.
2). Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan
pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang
terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
3). Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta
didik lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang,
kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras.
4). Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang
mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang
bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata
bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
d). Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan
ekstrakurikuler
Terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan
ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan
perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam
rangka mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan
ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.
e). Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya
keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di
rumah dan masyarakat.
4. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apabila pendidikan karakter diintegrasikan dalam
ko-kurikuler dan ekstrakurikuler akan memerlukan waktu sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristiknya. Untuk itu, penambahan alokasi waktu pembelajaran dapat
dilakukan, misalnya:
a.
Sebelum
pembelajaran di mulai atau setiap hari seluruh siswa diminta membaca
surat-surat pendek dari kitab suci, melakukan refleksi (masa hening) selama 15
s.d 20 menit.
b.
Di
hari-hari tertentu sebelum pembelajaran dimulai dilakukan kegiatan muhadarah
(berkumpul dihalaman sekolah) selama 35 menit. Kegiatan itu berupa baca
Al-Quran dan terjemahan, maupun siswa berceramah dengan tema keagamaan sesuai
dengan kepercayaan masing-masing dalam beberapa bahasa (bahasa Indonesia,
bahasa Inggris, dan bahasa Daerah, serta bahasa asing lainnya), kegiatan ajang
kreatifitas seperti: menari, bermain musik dan baca puisi. Selain itu juga
dilakukan kegiatan bersih lingkungan dihari Jum’at atau Sabtu (Jum’at/Sabtu
bersih).
c. Pelaksanaan ibadah
bersama-sama di siang hari selama antara 30 s.d 60 menit.
d. Kegiatan-kegiatan lain di luar
pengembangan diri, yang dilakukan setelah jam pelajaran
selesai.
e. Kegiatan untuk membersihkan
lingkungan sekolah sesudah jam pelajaran berakhir
berlangsung
selama antara 10 s.d 15 menit.
5. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan
pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program
penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu
tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
1. Menetapkan indikator dari nilai-nilai yang
ditetapkan atau disepakati
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian
indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut
BAB III
PENGEMBANGAN KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Komponen KTSP
Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program
kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara
dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
B. Tahapan Pengembangan
Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan
perlu melibatkan seluruh warga sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar.
Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di
satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1.
Melaksanakan
sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara
seluruh komponen warga sekolah
(tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah).
2.
Membuat
komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua
siswa,
komite, dan tokoh masyarakat
setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
3.
Melakukan
analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang
dikaitkan dengan nilai-nilai
karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan
yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur
penilaian keberhasilan.
4.
Menyusun
rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan
karakter.
5.
Membuat
perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:
·
Pengintegrasian
melalui pembelajaran
·
Penyusunan
mata pelajaran muatan lokal
·
Kegiatan
lain
·
Penjadwalan
dan penambahan jam belajar di sekolah
6.
Melakukan pengkondisian, seperti:
• Penyediaan sarana
• Keteladanan
• Penghargaan dan pemberdayaan
7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi
Untuk
keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian
keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga
dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara
terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari
menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu:
Implementasi program pengembangan diri berkaitan
dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya
sekolah
• Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung
implementasi pengembangan nilai pendidikan
budaya dan
karakter bangsa
• Implementasi nilai dalam pembelajaran
• Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran
• Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan
penerapan nilai-nilai pendidikan karakter
• Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter pada
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta
didik
(sebagai kondisi akhir)
• Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir
dan merancang program lanjutan.
8.
Melakukan penyusunan KTSP yang memuat
pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter.
• Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi
nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa
dalam dokumen I)
• Merumuskan
nilai-nilai pendidikan karakter di dalam Dokumen I (latar belakang
pengembangan
KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender
Pendidikan,
dan program Pengembangan Diri)
• Mengitengrasikan
nilai-nilai pendidikan karakter dalam dokumen II (silabus dan RPP)
C.
Penyiapan
Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan
Pendidikan
Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah
dilakukan kegiatan-kegiatan berikut:
1.
Pembentukan
Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan
2.
Pemetaan
kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB dan
PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim
Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama
dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang peserta dari unsur-unsur unit Utama
Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi & Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan
Tinggi baik negeri maupun swasta)
3.
Menyiapkan
bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku
Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter, 2011)
4.
Penyiapan
bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan
karakter dengan waktu/masa
pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan
bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap
satuan pendidikan
5.
Contoh-contoh
Best practice dan pembiasaan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap
jenjang pendidikan[13]
.
BAB IV
PELAKSANAAN PENDIDIKAN
KARAKTER
Pada bagian ini disajikan pelaksanaan bestpractice
dan pembiasaan pendidikan karakter di 7 (tujuh) satuan pendidikan yang
menjadi program “sekolah rintisan”. Ketujuh satuan pendidikan, yaitu: PAUD/TK,
SD, SMP, SMA, SMK, SLB, PKBM yang dipilih dari 125 satuan pendidikan dari 16
provinsi/kabupaten/kota.
A. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini dipilih salah satu Taman
Kanak-Kanak (TK), yaitu TK Negeri Pembina Kota Mataram yang terletak di Jl.
Pemuda No. 61 Mataram. Keadaan pendidik dan tenaga kependidikan di TK Pembina
adalah (1) Jumlah Guru Negeri : 7 Orang, (2) Jumlah Guru Honor : 5 Orang (3)
Kualifikasi akademik : S1 4 orang Guru Negeri dan 2 orang Guru Honor, (4)
Sertifikasi Guru : 2 Orang. Untuk keperluan pengetikan merekrut 1 orang tenaga
administrasi.
Dokumen I yang disusun sudah mulai disempurnakan
sesuai dengan hasil analisis konteks dan sudah menggunakan acuan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasioanal No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) serta telah memasukkan nilai-nilai pembentuk karakter yang
menjadi prioritas sekolah. Ini terlihat dalam rumusan visi dan misi. Setiap
guru telah menyusun Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) dan Rencana Kegiatan Harian
(RKH) yang juga telah mengintegrasikan nilai-nilai pembentuk karakter yang
menjadi prioritas, seperti kemandirian, kebersihan, religius, dan sopan-santun.
1. Prosedur dan langkah pengembangan pendidikan
karakter.
Untuk merealisasikan pendidikan karakter dalam
seluruh kegiatan di TKN Pembina Kota Mataram dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Memilih dan menentukan nilai-nilai yang
diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisis konteks dengan mempertimbangkan
ketersediaan sarana dan kondisi yang ada.
b. Kepala sekolah melakukan sosialisasi ke semua
warga sekolah agar semua warga sekolah memiliki komitmen bersama untuk
merealisasikan pembentukkan karakter melalui nilai-nilai yang diprioritaskan.
c. Melakukan sosialisasi kepada orang tua peserta
didik dan komite sekolah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter dan
mensinkronkan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dan di rumah atau di
lingkungan masyarakat setempat.
2. Perencanaan dan Pelaksanaan Program Pendidikan
Karakter
• Tahap Perencanaan
Pada awal kegiatan, di TKN Pembina menggunakan
Kurikulum TK 2004 sebagai acuan kegiatan yang dilakukan. Kurikulum ini
merupakan kurikulum yang disiapkan Pusat. Dalam Kurikulum ini sudah berisi
berbagai nilai yang harus dikembangkan, yaitu pada bidang pengembangan
pembentukan perilaku melalui pembiasaan.
Oleh karena itu, melalui kegiatan
penguatan pelaksanaan kurikulum pada sekolah rintisan dan melalui pendampingan
oleh Tim Pusat Kurikulum, TK ini mulai memasukkan nilai-nilai yang
diprioritaskan dalam dokumen. Nilai yang diprioritaskan adalah kebersihan,
religius, kemandirian, peduli lingkungan, toleransi.
Nilai yang dipilih dituangkan
pada Visi, Misi, dan Tujuan sekolah. Gambaran pengintegrasian tersebut
adalah:
a. Visi : ”
Beriman, Bertaqwa , Berbudaya, Kreatif, Mandiri dan Berwawasan luas ”
b. Misi : :
• Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah
SWT/Tuhan Yang Maha Esa
• Melaksanakan kegiatan yang bernuansa religius
• Menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman,
rapi, bersih dan menyenangkan
• Menumbuhkan kedisiplinan peserta didik dan warga
sekolah
• Mengembangkan kreativitas peserta didik agar
menjadi terampil dan mandiri
• Mengembangkan kemampuan peserta didik melalui
pengenalan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
c. Tujuan :
• Memiliki rasa keimanan dan ketaqwaan terhadap
Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa
• Terbiasa hidup rukun, damai, harmonis dan
toleransi
• Terciptanya lingkungan sekolah yang aman, nyaman,
rapi dan bersih
• Memiliki sikap kedisiplinan yang tinggi
• Memiliki kreativitas yang tinggi melalui
pengembangan bakat dan minat peserta didik
• Memiliki wawasan yang luas melalui pengembangan
ilmu pengetahuan teknologi dan seni sehingga siap memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Tahap Pelaksanaan
Berdasarkan
hasil sosialisasi, pelaksanaan pendidikan karakter di TKN ditetapkan melalui
kesepakatan, yaitu (1) Orang tua/wali peserta didik yang mengantar dan
menjemput putra-putrinya diperbolehkan hanya sampai pintu gerbang, (2) Orang
tua/wali peserta didik diperkenankan memasuki halaman sekolah jika ada
keperluan yang penting, (3) peserta didik bersalaman dengan guru dengan
mengucapkan salam ketika sampai di pintu gerbang (guru-guru sudah menunggu),
(4) setuju dengan program pembelajaran bagi peserta didik sebelum belajar dan
setelah keluar main/istirahat, yaitu memungut sampah secara serentak dan
membuangnya pada tempat yang telah disediakan (dipisahkan sampah organik dan
non organik), (5) merencanakan pembuatan pupuk kompos (program jangka panjang).
Dalam rangka pengembangan peserta
didik secara optimal, berbagai kegiatan diprogramkan dalam kalender akademik di
TKN Pembina Kota Mataram. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup kegiatan untuk
tahun ajaran baru, yaitu melakukan orientasi pengenalan sekolah. Terdapat pula
kegiatan olahraga dan menanam tanaman hias yang dilakukan oleh peserta didik
baru di TK. Pada setiap akhir tema diadakan acara puncak tema, misalnya
kunjungan ke museum maupun rekreasi.
Untuk
memperingati hari-hari khusus diadakan acara, misalnya: Festival Kartini pada
bulan April, mengumpulkan zakat fitrah dan kunjungan ke panti pada bulan puasa,
memotong dan membagikan hewan qurban pada saat memperingati Idul Adha. Acara family
day yaitu memasak bersama ibu dilakukan bulan Desember untuk memperingati
hari Ibu. Selain itu, diadakan pula berbagai acara lomba baik antarkelas,
antarsekolah maupun sekota Mataram untuk memperingati ulang tahun TK maupun Hari
Kartini dan saat pertengahan semester. Kegiatan pentas seni yang dilakukan di
TVRI juga diprogramkan oleh TK Negeri Pembina Kota Mataram.
3. Pengkondisian Pendidikan Karakter
TKN Pembina Kota Mataram sudah menyediakan berbagai
sarana untuk mendukung pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter meskipun
masih seadanya. Melalui kegiatan sekolah perintisan maka TKN Pembina Kota
Mataram menambah sarana untuk mendukung pengembangan nilai-nilai pendidikan,
yaitu tempat sampah organik dan nonorganik. Karena peserta didik belum bisa
membaca, maka pada tempat sampah diberi gambar yang menunjukkan sampah organik
dan non organik. Di sekolah juga memperbanyak alat-alat kebersihan. Dalam
rangka penerapan nilai seluruh komponen di sekolah memberikan teladan dengan datang
tidak terlambat dan membuang sampah pada tempatnya. Pengembangan nilai disiplin
dilakukan juga dengan mencatat peserta didik yang jarang datang dan memanggil
orang tuanya untuk mengetahui alasan ketidakhadiran peserta didik.
4. Penilaian keberhasilan dan tindak lanjut
Keberhasilan:
• Untuk meningkatkan kemandirian, orang tua hanya
mengantar peserta didik sampai di pintu
gerbang dan
tidak ada lagi orang tua yang menunggui peserta didik di halaman sekolah
maupun di
depan kelas.
• Terjadi perubahan dalam jumlah peserta didik yang
mengucapkan salam setiap pagi
• Peserta didik sudah terbiasa membuang sampah pada
tempatnya sesuai dengan jenis
sampahnya
yaitu sampah organik dan non-organik
• Orang tua sangat mendukung dan ikut berperan dalam
pemenuhan fasilitas sekolah
• Pencerminan nilai karakter bangsa pada peserta
didik sudah dilakukan secara rutin, spontan dan
terprogram
dalam kegiatan sehari-hari.
Tindak lanjut
Berdasarkan kebutuhan, usulan dan saran dari orang
tua, maka tindak lanjut yang merupakan pengembangan kegiatan pendidikan
karakter di TK antara lain:
• Akan menambah nilai-nilai karakter yang akan
dikembangkan secara bertahap
• Dalam jangka panjang ada area khusus untuk orang
tua/wali peserta didik yang menjemput
putra-putrinya
• Memperbanyak pengadaaan tempat sampah
• Memperindah taman sekolah
• Membentuk tim kecil pelaksanaan nilai-nilai
pendidikan karakter
• Komite sekolah menyisihkan dana untuk kegiatan
yang berkaitan dengan pendidikan karakter
• Membuat surat edaran untuk semua orang tua/wali
tentang kesepakatan sosialisasi nilai-nilai
pendidikan
karakter.
B. SEKOLAH DASAR
1. Profil Sekolah
C. Sekolah Menengah Pertama
1. Profil
SMPN 36 Bandung berdiri pada tahun 1984 dan diresmikan tahun 1986.
Sekolah ini beralamat di jalan Caringin, Bandung Selatan, berdekatan dengan
Pasar Induk Caringin dan berdampingan dengan Perumahan Dian Permai dan SMA
Negeri 17 Bandung. Kondisi sosial-ekonomi orang tua siswa sangat heterogen
dengan latar belakang sebagai pegawai negeri sipil, wirausaha, dan pedagang.
Kebanyakan taraf ekonomi orang tua peserta didik termasuk golongan menengah ke
bawah, di mana sekitar 50 persen tergolong kurang mampu. Sekolah ini merupakan
sekolah sehat dan berbudaya Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter,
Puskurbuk, Maret 2011 26
lingkungan, hal ini dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang
diperoleh baik dari tingkat kota maupun provinsi.
Sekolah ini memiliki 40 orang tenaga pendidik dengan kualifikasi
pendidikan S3/S2 sebanyak 12,5%; S1 80%; dan D3/Sarmud 7,5%; namun dari seluruh
guru tersebut sebanyak 25% mengajar tidak pada bidangnya. Sekolah ini memiliki
803 siswa yang dikelompokan ke dalam 23 rombongan belajar. Ruang kelas yang
dimiliki sekolah sebanyak 22 ruang ditambah dengan 1 ruang lain yang
difungsikan sebagai ruang kelas. Selain itu sekolah juga memiliki 1 ruang
perpustakaan, Laboratorium IPA, ruang kesenian, Laboratorium Bahasa,
Laboratorium Komputer, dan ruang serba guna/aula. Sekolah juga memiliki ruang
kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, dan
ruang tamu. Prasarana lain adalah 1 buah gudang, 1 buah dapur, 1 ruang
reproduksi, 4 buah kamar mandi guru dan 39 toilet/kamar mandi siswa, 1 ruang
BK, 1 ruang UKS, 1 ruang PMR/Pramuka, 1 ruang OSIS, 1 ruang ibadah, 1 ruang
ganti, 1 ruang koperasi, 1 Hall/lobi, kantin, rumah pompa/menara air, bangsal
kendaraan, rumah penjaga dan pos penjaga. Untuk menunjang kegiatan olahraga
sekolah memiliki lapangan olahraga untuk futsal, basket, dan bola volley.
D. Sekolah Menengah Atas
SMA Negeri 4 Balikpapan berada di Jalan Sepinggan
Baru III RT.48 No. 36 Kelurahan Sepinggan, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kota
Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, dekat dengan Bandar Udara Sepinggan.
Terletak di daerah perbukitan dengan pepohonan yang menghijau, bebas polusi, kicauan
burung yang tak pernah berhenti setiap hari dan dilengkapi dengan semilir hawa
perbukitan yang semakin menambah pesona SMA Negeri 4 Balikpapan.
Pada tahun 2007
dan 2009, sekolah ini meraih gelar Sekolah Sehat Tingkat Kota dan Provinsi.
Kondisi ini sejalan dengan keseriusan Kota Balikpapan dalam memasyarakatkan
program CGH atau Clean, Green dan Healthy City.
E. Sekolah Menengah Kejuruan
SMK Negeri 1 Bantul terletak di Jalan Parangtritis
km. 11, Sabdodadi, Bantul Telp. (0274) 367156 Fax. (0274) 367156. SMK ini
membuka 5 kompetensi keahlian yaitu: Akutansi, Administrasi Perkantoran,
Pemasaran, Multi Media, Teknik Komputer dan Jaringan. Sekolah sudah ditunjuk
sebagai penyelenggara RSBI dan sudah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO
9001-2008.
Sekolah ini termasuk sekolah
unggulan, oleh karena itu, input siswa yang masuk ke sekolah ini dipilih
berdasarkan perolehan nilai Ujian Nasional SMP yang tinggi walaupun berasal
dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Penerapan disiplin di
kalangan siswa cukup baik yang ditunjukkan dengan tingkat kehadiran yang
tinggi. Pencapaian prestasi secara umum cukup baik, ini ditunjukan dengan hasil
UN rata-rata selalu menduduki tingkat 5 besar di tingkat propinsi.
Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan
cukup memadai dengan jumlah guru: 92 orang, PNS = 70, Non PNS = 22 orang (GTT)
dengan kualifikasi pendidikan sebagai berikut: Sarjana ( S1)= 84 orang, S2 = 5
orang, D3 = 3 orang. Tenaga Kependidikan = 31 orang, PNS = 10 orang , Non PNS =
21 orang, namun tenaga laboran belum ada. Dalam proses pembelajaran, sebagian
guru masih mengajar dengan cara konvensional, kurang menggunakan metode yang
bervariasi, terutama guru yang mengajarkan bidang studi yang tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikannya, namun demikian, secara umum motivasi
belajar guru untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya cukup tinggi. Jumlah
dan jenis peralatan praktik cukup memadai dan semua ruang kelas dilengkapi LCD.
Lokasi
sekolah berada di lingkungan pemukiman penduduk, sehingga lebih aman dan Jauh
dari kebisingan jalan raya dan sekolah sudah ditetapkan sebagai sekolah
berwawasan lingkungan.
F. Sekolah Luar Biasa
Sekolah yang dipilih oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Singkawang untuk dijadikan sebagai sekolah rintisan program piloting dalam
implementasi pendidikan karakter dan budaya bangsa adalah SLB Negeri
Singkawang. Sekolah beralamat di jalan Semai, Bukit Batu, Kecamatan Singkawang
Tengah, Kabupaten Singkawang. Sekolah ini berstatus negeri dan telah memiliki
kualifikasi standar ISO.
Tanah dan bangunan adalah milik
pemerintah dengan luas tanah sebesar 34.280 M² dan luas bangunan 1.693 M². Luas
tanah dan bangunan sekolah cukup luas dan lokasi yang mudah untuk diakses,
terletak dipinggir jalan yang mudah dilalui kendaraan serta dekat dengan
sungai.
Namun kondisi bangunan dan sarana prasarana masih
belum memadai dan belum sesuai dengan standar yang diharapkan, contoh : belum
adanya ruang pertemuan (Aula), ruang rapat, ruang untuk mengembangkan bina
komunikasi dan wicara, belum memiliki penampungan air bersih, penataan
pembuangan limbah, dan area parkir kendaraan (garasi).
Jumlah peserta didik sebanyak 68 orang siswa dengan
berbagai jenis ketunaan yaitu: 5 orang siswa tunanetra, 7 orang siswa tuna
rungu, 53 orang siswa tunagrahita, dan 2 orang siswa tunadaksa. Kemudian jumlah
tenaga pendidik sangat terbatas dan hanya 4 orang guru yang berstatus PNS.
Kondisi serba keterbatasan ini tidak mengurangi komitmen warga sekolah dalam
mengimplementasikan program pendidikan karakter agar menjadi budaya sekolah
sebagai sekolah yang berkarakter.
Pada kondisi
awal, KTSP yang dikembangkan belum mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan
karakter secara terstruktur, namun pada pelaksanaannya nilai-nilai pendidikan
karakter sudah diterapkan secara rutin di sekolah.
G. PKBM
1. Profil PKBM Sandyka
Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Sandyka terletak di Jl. Balla Lompo Nomor 25
Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Dikelola oleh Yayasan Pendidikan Sandyka
dan merupakan salah satu PKBM yang menjadi rintisan pendidikan karakter
bangsa. PKBM Sandyka berdiri pada tanggal 1 Juli 2003 dalam rangka melayani
keluarga prasejahtera (sangat miskin) yang tidak dapat menyekolahkan anaknya.
PKBM Sandyka bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga yang
termaginalisasi melalui sentuhan “Pendidikan dan Keterampilan” agar dapat
melahirkan SDM mandiri dan kompetitif.
|
BAB V
MEMBANGUN BUDAYA
SEKOLAH
A. Keterlibatan Semua Warga Sekolah dalam
Pembelajaran yang Berkarakter
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter
melalui budaya sekolah mencakup semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala
sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan
peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah. Budaya sekolahadalah suasana
kehidupan sekolah tempat antar anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi.
Interaksi yang terjadi meliputi antara peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa,
konselor dengan siswa dan sesamanya, pegawai administrasi dengan dengan siswa, guru
dan sesamanya. Interaksi tersebut terikat oleh berbagai aturan, norma, moral
serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan,
keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian
lingkungan, rasa kebangsaan, tanggung jawab dan rasa memiliki merupakan
nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
Proses pendidikan karakter melibatkan siswa secara
aktif dalam semua kegiatan keseharian di sekolah. Dalam kaitan ini, kepala
sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan diharapkan mampu menerapkan prinsip
”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana
belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Dalam pendidikan
karakter, proses pembelajaran di kelas tidak terlepas dari berbagai kegiatan
lain di luar kelas atau bahkan di luar sekolah. Di dalam kelas, guru dapat
mengawali dengan perkenalan terhadap nilai-nilai yang akan dikembangkan selama
pembelajaran berlangsung, lalu guru menuntun peserta didik agar terlibat secara
aktif di sepanjang proses pembelajaran. Hal ini dilakukan tanpa guru harus
mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru
merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif, misalnya
dengan mengkondisikan siswa merumuskan dan mengajukan pertanyaan, mengemukakan
pendapat menggunakan kata dan kalimat yang santun, mencari sumber informasi,
dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, mengolah informasi yang sudah
dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi
atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter
pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah,
dan tugas-tugas di luar sekolah.
BAB VI
PENUTUP
Fungsi Pendidikan karakter selain
mengembangkan dan memperkuat potensi pribadi juga menyaring pengaruh dari luar
yang akhirnya dapat membentuk karakter peserta didik yang dapat mencerminkan
budaya bangsa Indonesia. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa
ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian
kegiatan belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun serangkaian
kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah.
Pembiasaan-pembiasan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius,
jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab dan
sebagainya, perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan
cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut tentunya perlu
ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat membentuk pribadi karakter peserta
didik yang selanjutnya merupakan pencerminan hidup suatu bangsa yang besar.
Panduan operasional
yang disusun ini lebih diperuntukkan kepada kepala sekolah. Pembentukan budaya
sekolah (school culture) dapat dilakukan oleh sekolah melalui
serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran yang lebih
berorientasi pada peserta didik, dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Perencanaan di tingkat sekolah pada intinya adalah melakukan penguatan dalam
penyusunan kurikulum di tingkat sekolah (KTSP), seperti menetapkan visi, misi,
tujuan, struktur kurikulum, kalender akademik, dan penyusunan silabus. Keseluruhan
perencanaan sekolah yang bertitik tolak dari melakukan analisis kekuatan dan
kebutuhan sekolah akan dapat dihasilkan program pendidikan yang lebih terarah
yang tidak semata-mata berupa penguatan ranah pengetahuan dan keterampilan
melainkan juga sikap prilaku yang akhirnya dapat membentuk ahklak budi luhur.
Pendidikan karakter bukan
merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri atau merupakan nilai yang
diajarkan, tetapi lebih kepada upaya penanaman nilai-nilai baik melalui mata
pelajaran, program pengembangan diri maupun budaya sekolah. Peta nilai dan
indikator yang disajikan dalam naskah ini merupakan contoh penyebaran nilai
yang dapat diajarkan melalui berbagai mata pelajaran sesuai dengan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI).
Begitu pula melalui program pengembangan diri, seperti kegiatan rutin sekolah,
kegiatan spontan, keteladanan, pengkondisian. Perencanaan pengembangan
Pendidikan Karakter ini perlu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah
yang secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik diterapkan ke dalam
kurikulum sekolah yang selanjutnya diharapkan menghasilkan budaya sekolah.
Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari semua
pihak pemerhati, pelaksana pendidikan untuk kesempurnaan yang akhirnya dapat
memberikan pencerahan pelaksanaan di tingkat sekolah. Selanjutnya diharapkan
kualitas produk peserta didik yang memiliki ahklak budi mulia sebagai
pencerminan bangsa yang besar.
SUMBER BAHAN
1. Kemdiknas. (2010). Buku Induk Pembangunan Karakter.
Jakarta.
2. Kemdiknas. (2010). Desain Induk Pendidikan Karakter (hal.
8-9). Jakarta.
3. Kemdiknas. (11 Mei 2010). Poin-poin Sambutan dan Pengarahan
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Puncak Peringatan Hardiknas di Istana
Negara. Jakarta.
4. Kemdiknas. (2010). Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter.
Jakarta.
5. Pusat Kurikulum. (2010). Bantuan Teknis Profesional Tim
Pengembang Kurikulum di tingkat Propinsi dan Kab. / Kota. Jakarta.
6. Pusat Kurikulum. (2010). Laporan ToT Tingkat Utama dan
Tingkat Nasional terhadap 1200 peserta dari unsur-unsur unit utama Kemdiknas,
Dinas Pendidikan Propinsi dan Kab./Kota, P4TK, LPMP, Perguruan Tinggi Negeri
dan Swasta. Jakarta.
7. Pusat Kurikulum. (2010). Laporan hasil Piloting di 16
Propinsi 16 Kab./Kota di 125 Satuan Pendidikan. Jakarta.
8. Pusat Kurikulum. (2009). Pengembangan dan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah (hal. 9-10). Jakarta
[2]Buku
Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, (Jakarta: Kemdiknas, 2010), h. 5
[3]Sumber:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
--UUSPN).
[5] Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h.43
[6] Sue Winston, Character Education: Implication for Critical
Democracy, International Critical
Childhood Policy Studies, vol. 1 (I), 2008. h.13
[7] Muchlas Samani dan Hariyanto, Loc.cit.
[8] Linda C Scerenco, Values and
Character Education Implementation Guide, Georgia Department of Education,
1997,h. 45.
[9] Masnuru Muslich, Pendidikan
Karakter (Jakarta: Bumi Aksara,2011)
, h. 133-134.
[10] Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Puskurbuk, Maret 2011
[11]Desain
Induk Pendidikan Karakter, (2010: 8-9)
[13] Sumber:
Laporan Pelaksanaan Hasil Piloting dari 16 propinsi/kabupaten/kota di 125
satuan pendidikan yang
dilaksanakan oleh Pusat Kurikulum pada Tahun
Anggaran 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar