RULE BASED MACHINE TRASLATOR DALAM PENERJEMAHAN
(Kajian Awal Teoretis
dan Metodologis)
PENDAHULUAN
Mesin terjemahan adalah
perpaduan antara ilmu bahasa dengan ilmu komputasi, sering disebut sebagai
bagian dari ilmu computational
linguistic. Intinya ilmu ini mencoba membuat mesin mampu menerjemahkan satu
bahasa ke bahasa yang lainnya. Selain itu membuktikan bahwa penerjemahan saat ini tidak lagi
semata-mata terjemahan oleh manusia,
tetapi dalam konteks profesional, merupakan peningkatan proses dan
produk yang memadukan kekuatan komputer dan analisis bahasa berbasis komputer
dengan kemampuan manusia untuk menganalisis makna dan menentukan bentuk yang
tepat ke dalam bahasa lainnya.
Penerjemah otomatis seperti transtool
merupakan program komputer. Dia tidak "memahami" kata-kata selain
yang ada dalam database-nya meskipun database itu selalu di-update hampir
setiap detik. Karena itu mestinya kita tidak memaksa transtool menerjemahkan
dan menggunakannya secara serta merta
Penerjemahan
adalah usaha memproduksi dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (receptor)
dengan mendahulukan makna pesan untuk mencari perpadanan pesan yang terdekat dan terwajar (translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in
terms of meaning and secondly in terms of style (Nida and
Taber, 1982)
Berdasarkan Dictionary of
Translation Studies (Shuttleworth dan Cowic, 1997:181) :
”Terjemahan adalah gagasan luas yang dapat dipahami melalui berbagai
cara berbeda. Sebagai contoh, orang akan berbicara mengenai penerjemahan
sebagai proses dan produk, dan mengenali setiap subjenisnya sebagai literary translation, technical translation,
subtitling and machine translation;
lebih jauh lagi walaupun istilah terjemahan secara khusus merujuk pada transfer
teks tertulis, istilah ini terkadang mencakup juga interpreting”.
Definisi ini memperkenalkan variabel-variabel lebih
lanjut, (1) subtipe, yang secara khusus tidak hanya mencakup hasil tulisan seperti terjemahan literal dan
terjemahan teknis, tetapi juga bentuk-bentuk terjemahan yang telah diciptakan
pada dekade terakhir ini, seperti audiovisual
translation—produk tertulis yang dibaca bersama dengan gambar pada layar
(bioskop, televisi, DVD atau game
komputer). Terlebih lagi, merujuk pada adanya machine translation membuktikan bahwa penerjemahan saat ini tidak
lagi semata-mata terjemahan oleh manusia,
tetapi dalam konteks profesional, merupakan peningkatan proses dan
produk yang memadukan kekuatan komputer dan analisis bahasa berbasis komputer
dengan kemampuan manusia untuk menganalisis makna dan menentukan bentuk yang
tepat ke dalam bahasa lainnya.
Dalam dunia penerjemahan
dikenal Google Translate dan Rekso Translator. Kedua aplikasi tersebut
merupakan contoh dari aplikasi Machine Translation (MT).
MT adalah perpaduan antara
ilmu bahasa dengan ilmu komputasi, sering disebut sebagai bagian dari
ilmu computational linguistic.
Intinya ilmu ini mencoba membuat mesin mampu menerjemahkan satu bahasa ke
bahasa yang lainnya.
Sekarang ini ada beberapa
jenis MT, yang umum ditemui adalah Statistical
Machine Translator (SMT), Rule
Based Machine Traslator, dan Hybrid
Machine Translator. SMT menggunakan hitung-hitungan statistik untuk
menerjemahkan suatu kalimat bahasa tertentu ke bahasa yang lain. Salah statu
contoh SMT yang terkenal adalah Google Translate dan Microsoft
Translator. Karena menggunakan hitungan statistik, maka SMT memerlukan
contoh-contoh terjemahan yang sudah ada (biasa disebut bilingual corpora). Contoh terjemahan
kemudian dihitung peluang suatu kata atau frasa diterjemahkan ke bahasa yang
lain. Hasil perhitungan ini menghasilkan suatu model translasi. Diperlukan juga
contoh-contoh kalimat dalam kedua bahasa (biasa disebutmonolingual corpora).
Contoh-contoh kalimat ini digunakan sebagai model bahasa. Model bahasa ini
digunakan agar translasi yang dihasilkan tata bahasanya lebih baik. Semakin
banyak data contoh terjemahan dan data contoh kalimat, semakin baiklah hasil
terjemahan yang dihasilkan.
Rule
Based Machine Traslator (RBMT) menggunakan aturan-aturan bahasa
baku dalam menerjemahkan. Selain aturan-aturan, diperlukan juga data kamus
untuk tiap kata dalam dua bahasa. Jadi tiap kata diterjemahkan satu persatu,
kemudian diatur lagi berdasarkan aturan bahasa baku. Contoh aplikasi rule based ini yaitu rekso
translator. Namun karena aturan bahasa tidak selalu baku, dan data kamus
terbatas, maka penerjemahan terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pada
umumnya rule based MT kualitasnya masih kalah dibanding SMT.
Hybrid MTadalah perpaduan
antara statistical dan rule based MT. Ada beberapa
teknik hybrid MT, antara lain: keluaran rule based MT,
kemudian hasilnya diatur lagi berdasar statistical; atau hasil
penerjemahan dari SMT kemudian diatur ulang tata bahasanya berdasar aturan yang
baku. Hasil terjemahannya dari SMT yang kemudian diatur ulang tata bahasanya,
umumnya kualitasnya lebih baik dibanding metode penerjemahan lainnya.
KAJIAN TEORETIS
Konsep
Penerjemahan
Catford (1965:20) mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual material in one
language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)”. Ini dapat diterjemahkan dengan “pengalihan
materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi tekstual yang
sepadan dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran)”. Yang dimaksud dengan materi
tekstual dapat berupa buku, bagian buku, paragraf, kalimat, frasa, ataupun
kata. Materi tekstual dalam bahasa sumber (source
language) diharapkan diganti dengan materi tekstual dalam bahasa sasaran (target language) yang ekuivalen
(sepadan), sedangkan Nida dan Taber mendefinisikan penerjemahan sebagai
berikut:
“Translating consists of reproducing in the
receptor language the closest natural equivalent of the source language
message, first in terms of meaning, and secondly in terms of style”
(Penerjemahan adalah mereproduksi dalam bahasa penerima padanan
(ekuivalensi) alami yang semirip mungkin dengan pesan dalam bahasa sumber,
pertama dalam segi makna, dan kedua dalam gaya bahasanya).
Hingga saat ini, penerjemahan antara bahasa tulis
tetap merupakan inti dari penelitian terjemahan, tetapi fokusnya telah meluas
dari sekadar penggantian unit linguistik
SL dengan ekuivalen TL. Penelitian
penerjemahan audiovisual pun saat ini mencakup bahasa isyarat (sign language), intralingual subtitles, lip
synchronization untuk sulih suara maupun interlingual subtitles. Hubungan antara gambar dan kata sangatlah
penting baik dalam film maupun iklan, dan oleh karena telah ada penelitian
lebih lanjut tentang hubungan antara penerjemahan, musik, dan tarian. Adapun
batas-batas penerjemahan meliputi sebagai berikut:
1. Proses transfer sebuah teks tertulis dari SL ke TL,
yang dilakukan oleh seorang penerjemah, atau para penerjemah, dalam sebuah
konteks sosio-kultural yang spesifik.
2. Produk tertulis, atau TT, yang merupakan hasil dari
proses tersebut dan berfungsi dalam konteks sosio-kultural TL.
3. Fenomena kognitif, linguistik, visual, kultural, dan
ideologi yang merupakan bagian integral dari poin 1 dan 2.
Prosedur Penerjemahan
Untuk mengatasi kesulitan dalam penerjemahan, yakni
tidak memahami makna kata atau kalimat, atau paragraf dan terjemahan bahasa menurut Newmark penerjemah harus menempuh tiga prosedur atau
langkah sebagai berikut.
(1)
Analisis
Sumber asli harus dibaca secara keseluruhan dan
dipahami isi pesannya secara garis besar.
Bagian-bagian yang penting dan berpersoalan ditandai. Langkah ini
mencakup struktur, semantik, gaya bahasa, dan pesan. Dalam langkah ini sering
ditemukan problem pemahaman yang pemecahannya harus dicari di luar teks, di
berbagai sumber, seperti teks peraturan perundangan lain, ensikloedi, kamus,
atau narasumber.
(2)
Transfer
Penerjemah mulai
menerjemahkan di dalam pikiran, dan jika perlu mulai dituliskan sambil tetap
mencari pemecahan problem dengan melihat keluar dari teks. Di sini penerjemah
melakukan deverbalisasi, yakni melepaskan diri dari ikatan kalimat-kalimat teks
sumber untuk melakukan close translation, yakni mencari satuan penerjemahan terkecil
yang dapat dicermati untuk dikerjakan.
(3)
Restrukturisasi
Penerjemah mulai melakukan penerjemahan yang
sebenarnya dan mulai mengatur susunan-susunan kalimat secara teliti. Di sini
penerjemah mengubah struktur gramatikal dan seman bahasa sumber menjadi bahasa
sasaran sambil memeriksa apakah terjemahan tersebut apakah sudah sesuai dengan
desain sasaran dan analisis kepentingan.
Untuk mendukung prosedur tiga langkah tersebut, Hoed
(2006:11-12) menambahkan “empat tataran penerjemahan” yang oleh Newmark disebut
ancangan (approach) karena memandu
penerjemah dalam proses penerjemahan. Empat tataran penerjemahan yang
dimaksudkan tersebut adalah: (a) tataran teks, yakni ketika penerjemah mencoba memahami teks yang
harus diterjemahkannya, terutama pada tataran kata dan kalimat,
(b) tataran referensial. Di sini penerjemah keluar dari teks untuk mengetahui
apa yang sebetulnya dirujuk oleh suatu kata, istilah, atau ungkapan dalam teks
yang bersangkutan, (3) tataran kohesi, yakni memeriksa apakah sebagai sebuah teks terjemahan
tersebut sudah padu, dan (d) tataran kewajaran, yakni memeriksa apakah terjemahan tersebut jelas dan
berterima bagi calon pembacanya.
Keempat tataran dalam proses penerjemahan itu menurut
Hoed harus diperhatikan dengan cermat. Namun, Hoed juga mengingatkan kepada
penerjemah tentang tenggat untuk penerjemahan tersebut. Hal ini berarti
penerjemah harus membuat rencana kerja yang jelas agar dapat menyerahkan
terjemahan tersebut kepada klien tepat waktunya.
Menurut Nida dan Taber, dalam mereproduksi pesan
tersebut, aspek makna menjadi prioritas pertama tanpa mengabaikan pentingnya
bentuk atau gaya bahasa. Di sini ditekankan bahwa padanan itu hendaknya alami
dan sedekat mungkin. Ini secara tersirat dikemukakan bahwa kesamaan yang persis
antara unsur-unsur dua bahasa cukup sulit didapatkan. Yang dicari penerjemah
adalah padanan alami yang sedekat atau semirip mungkin.
METODOLOGI UNTUK
MESIN PENERJEMAHAN
Pendekatan khusus dalam MP berasal dari kontribusi
Carbonell dan Tomita. Makalah ini, berjudul "Knowledge-based machine translation, the CMU
approach" atau "Terjemahan mesin berbasis pengetahuan, pendekatan CMU",.
Makalah ini terdiri dari bagian yang intinya adalah gambaran dari pendekatan yang
ada untuk MP (interaktif, pra-editing dan pasca-editing).
Makalah tersebut agak terlalu panjang mengingat
kajiannya yang terlalu luas hingga mempersoalkan materi dasar
penerjemahan, meskipun gambar-gambar
yang menyertainya mungkin berguna di transfer ke slide proyektor overhead untuk digunakan dalam pengantar kuliah bahwa yang banyak menghabiskan waktu. Namun
demikian, di tengah-tengah makalah ini terdapat bagian
"pendekatan berbasis pengetahuan" (Knowledge-Based Machine
Translation (KBMT)
yang mengundang sejumlah komentar.
Dalam
pendekatan ini terjemahan dicapai melalui
"represenatsi makna
yang bebas bahasa" atau "language-free meaning representation". Amat disayangkan bahwa penulis tidak memberikan solusi atas
beberapa kelemahan dari pendekatan "interlingual" untuk
mengimbangi beberapa kemungkinan kontroversial
terhadap pernyataan yang dibuat tentang pendekatan "transfer". Sebagai contoh, mengutip dua makalah dari Coling (Computational Linguistics).
Tatabahasa
transfer adalah seperangkat aturan tambahan yang besar, tidak mempunyai aturan
yang tetap (amorfus) yang merujuk
kepada entri-entri leksikal yang spesifik yang memetakan frasa-frasa dalam
sebuah bahasa ke dalam frasa-frasa yang sesuai dengan bahasa lain. Dengan demikian, sebuah tata bahasa pengalihan (transfer grammar) yang lengkap
perlu dibuat untuk setiap pasangan bahasa. Terdapat lebih dari 5.000 tatabahasa
yang kompleks (gargantuan grammars) untuk menerjemahkan di antara 72 bahasa paling aktif di dunia.
Yang
pasti tatabahasa transfer "mungkin" menjadi besar, amorfus
dan ad. hoc. Namun, akankah harus selalu begitu? Bahwa tatabahasa harus merujuk ke "entri leksikal tertentu" tidak bisa dibenturkan begitu saja (bandingkan dengan LFG, yang akhirnya diikuti). Dan salah satunya terdapat pada figur 72 yang menunjukkan darimana "bahasa-bahasa yang paling aktif" berasal. Penulis juga dapat menjadi sedikit naif (atau kontroversial) dalam mengklaim generation (kalimat turunan) menjadi "sederhana, kurang menuntut proses komputasi", serta mengklaim bahwa pendekatan interlingual:
dan ad. hoc. Namun, akankah harus selalu begitu? Bahwa tatabahasa harus merujuk ke "entri leksikal tertentu" tidak bisa dibenturkan begitu saja (bandingkan dengan LFG, yang akhirnya diikuti). Dan salah satunya terdapat pada figur 72 yang menunjukkan darimana "bahasa-bahasa yang paling aktif" berasal. Penulis juga dapat menjadi sedikit naif (atau kontroversial) dalam mengklaim generation (kalimat turunan) menjadi "sederhana, kurang menuntut proses komputasi", serta mengklaim bahwa pendekatan interlingual:
Kembali
ke bagian yang sedikit
kurang kontroversial,
dari sebagian makalah tersebut berlanjut dengan diskusi sistem interaktif. Para penulis
berpendapat bahwa sistem-sistem MP interaktif, asal-usul dan
frekuensi interaksi harus dikendalikan secara hati-hati, serta mekanisme
interaksi sekurang-kurangnya harus sedikit "cerdas"
Usulan untuk sistem interaktif yang harus
memotong teks sumber melalui sistem "komposisi teks otomatis" untuk jenis teks yang
sangat stereotip.
Untuk hal ini pengetahuan
pengkaji, pada kenyataannya tipe yang berasal dari pola
hasil terjemahan memang digunakan dalam
instansi penerjemahan dimana terdapat kebutuhan untuk sering menerjemahkan teks-teks yang sama (misalnya, sertifikat
kelahiran, surat izin mengemudi).
Bentuk
terjemahan disimpan dalam sebuah cakram, dan rinciannya dimasukkan ke dalam
bagian di mana penerjemah mengatur ulang. "Terjemahan-terjemahan"
tersebut selanjutnya dapat diselesaikan oleh staf administrasi. Meskipun adanya ketertarikan
komersial, pendekatan ini mungkin tidak mewakili isu
teoretis atau metodologis yang penting. Bagian kedua dari makalah ini memusatkan kajiannya
pada KBMT: sebuah sistem yang didesain di Carnegie Mellon.
Model formalisme tatabahasa berbasis entitas digunakan untuk mengekspresikan informasi yang secara sintaksis
dan semantik lebih spesifik. Sedangkan informasi yang berbasiskan sintaksis dan semantik
diungkapkan dalam formalisme tatabahasa fungsional. Kunggulan utamanya adalah reversibilitas (yaitu, tatabahasa yang sama dapat digunakan untuk parsing dan generasi) dan keakrabannya
dengan para ahli bahasa komputasi.
Masalah yang berhubungan dengan formalisme, menurut penulis yaitu penerapannya
yang tidak efisien. Mereka berharap dapat mengantisipasi hal ini dengan tata bahasa prakompilasi dan efisien
dengan on-line parsing, dengan menggunakan
algoritma Tomita yang sangat cepat.
Deskripsi
yang diuraikan oleh Nirenburg, Raskin,
dan Tucker tentang sistem TRANSLATOR
interlingual mereka. Apa pun pandangan seseorang
tentang berterimanya MP berbasis interlingual,
kita harus mengakui setidak-tidaknya bab ini berupaya
untuk menjawab kekakuan dalam
mendefinisikan sebuah interlingual (IL).
Dalam bagian kesimpulan makalah mereka, jawaban-jawaban yang
ditekankan sering diuraikan untuk beberapa pertanyaan yang sering diulang.
Sistem TRANSLATOR terdiri dari tiga modul: analisis
bahasa sumber ke dalam interlingual, "perluasan IL", dan sintesis
bahasa target. Perluasan kalimat tersebut terdiri dari
perluasan IL yang pada dasarnya berbasis
teks dengan mempertimbangkan kesimpulan
yang kemungkinan berbentuk anafora, dan
struktur wacana dengan menggunakan
pengetahuan yang ditemukan dalam kamus
dan tatabahasa IL. Bagian utama dari makalah ini berkaitan dengan penjelasan
dan definisi kamus dan tatabahasa IL. "Kamus IL"
berisi deskripsi ragam entitas yang
digunakan. Ada dua macam deskripsi tersebut: deskripsi konsep
dan properti. Di antara kedua jenis properti
tersebut berhubungan langsung dengan entri
yang terdapat pada kamus IL lainnya, yang memberikan aturan yang jelas pada kamus
tersebut. Yang paling penting dari keterhubungan ini dilakukan melalui properti "isa", yang
berhubungan dengan mekanisme turunan dan
kemungkinan-kemungkinan generalisasi dalam inferensi. Sebagaimana
yang diakui oleh para penulis secara bebas, hal tersebut menjadi hal
yang biasa bagi mereka. Beberapa halaman berikut memberikan beberapa contoh entri kamus.
Tatabahasa IL diartikan
sebagai sintakis "teks" IL. Sebuah teks IL
merupakan jaringan frame-frame, yang
saling dihubungkan dengan penanda wacana. Slot frame-frame tersebut boleh
jadi terdiri dari frame-frame termasuk komunikasi tindak tutur
perorangan dan informasi yang terarah. Beberapa contoh yang
diberikan, di antara mereka beberapa teks input alternatif menarik
yang merepresentasikan proposisi yang sama tetapi dengan fokus berbeda.
Hubungan
antara teks-teks sumber dan representasi-representasi IL. Di sini terdapat beberapa pernyataan yang agak mengkhawatirkan yang tampaknya untuk
menyiratkan korespondensi yang
erat antara kategori sintaksis bahasa sumber dan elemen
IL, misalnya, kata benda yang sesuai
dengan kerangka (frame) objek, kata kerja untuk
tindakan atau frame
pernyataan (state frame), dan sebagainya (hal. 104). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa faktor utama
yang mendukung sebuah pendekatan interlingual justru
memungkinkan sampai sejauh manakah perbedaan kategori sintaksis dapat dinetralisir seperti
pada kata: nomina kemenangan
(victory) tidak lebih
merupakan obyek daripada verba menang.
Sangat
disayangkan terminologi yang diadopsi
oleh EUROTRA
hanya dapat melayani untuk membingungkan
pembaca: baik "terjemahan"
dan "bahasa" yang diberikan makna khusus. Meskipun demikian kadang-kadang hal tersebut juga muncul dalam penggunaan bahasa
sehari-hari mereka pada suatu kesempatan dalam ruang dari dua baris. Beberapa kritik lainnya
harus dibuat: pada sudut pandang tertentu, beberapa terminologi diperkenalkan tanpa penjelasan atau pembenaran ("aturan-aturan jenis A"), dan salah satu contoh yang penting
mungkin terdapat salah cetak (atom
yang hilang/missing atom,
untuk "dewan kota". Juga,
pembahasan pertanyaan penting seperti penanganan ambiguitas dalam kerangka kerja ini dibatasi
sampai pada contoh yang paling sederhana. Namun, di sisi positifnya,
membaca dengan cermat artikel ini akan memberikan
beberapa wawasan, setidak-tidaknya
dasar metodologi teoretis proyek
tersebut (yang, kemudian disebut sebagai tema keseluruhan makalah ini). Para pembaca yang
menemukan pendekatan linguistik dicontohkan agak naif harus dipahami bahwa ini
semua tunduk pada penelitian yang
sedang berlangsung yang penulis klaim,
difasilitasi oleh "lingkungan yang sangat
tertib" dan "tingkat
modularitas tinggi" yang diberikan oleh
pendekatan ini.
Pada
bagian berikutnya membahas tentang desain
dasar sistem interaktif MP. Kontribusi dari Johnson dan Whitelock berpusat pada sekitar gagasan bahwa saat ini sistem MP tidak mendistribusikan tugas terjemahan antara manusia dan komputer dengan
cara yang tepat. Mereka mengusulkan sebuah sistem penerjemahan yang ahli dimana
keahlian user dan
sistem yang melengkapi keterampilan
bukan tumpang tindih satu sama lain.
Secara khusus, sistem harus lebih
seperti penerjemah manusia. Jika tidak diharapkan,
untuk mengimbangi kesenjangan dalam pengetahuan
tentang bahasa sumber dan
subyek (dunia nyata) dengan konsultasi ahli lainnya, tapi tidak dalam bahasa targetnya serta pengetahuan
kontrastif.
Kontribusi mereka diajukan
dengan "makalah yang dianggap baik", namun pembaca mungkin kecewa
karena tidak menemukan rincian yang lebih nyata dari percobaan penerjemahan
bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang, dibandingkan dengan artikel sebelumnya
yang berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut.
Kontribusi Alan Melby mirip dengan tema sebelumnya. Dia menguraikan "workstation penerjemah", dimana terdapat
tingkatan-tingkatan berbeda antara keterlibatan manusia atau mesin. Melby mendefinisikan empat
jenis interaksi manusia dalam proses MP: sebelum
dan pasca-editing, bagian ini mungkin diperbantukan oleh
komputer untuk mengatur ejaan dan tata bahasa yang sekarang cukup banyak tersedia. Untuk ini
ia menambahkan "intraprocessing",
yang merupakan interaksi yang akrab selama proses penerjemahan
misalnya untuk pilihan item, sasaran leksikal dan "para-pengolahan",
dimaksudkan untuk tugas-tugas seperti
produksi teks berorientasi
glosarium, konkordansi, dan item lainnya yang terkadang berguna
terutama untuk penerjemahan skala besar. Para-pengolahan
juga mencakup tempat serangkaian kata yang diperlukan.
Desain workstation penerjemahan
Melby yang memiliki
tiga
tingkat. Yang pertama adalah tingkat paraprocessing, dengan pengolah kata, kamus pencarian on-demand dengan fasilitas telekomunikasi untuk konsultasi dengan klien, kolega, dan lain-lain. Tingkat kedua melibatkan kamus pencarian otomatis, ditambah analisis morfologinya. Tingkat ketiga adalah MP "penuh", dengan kemungkinan pra- dan pasca-editing serta intra-pengolahan. Semua dikemas bersama-sama secara fleksibel dan efisien. Melby menyimpulkan dengan mengingatkan pembaca bahwa ada berbagai jenis MP untuk user dengan kebutuhan berbeda, mulai dari "terjemahan indikatif", yang outputnya berasal dari dari sistem otomatis yang mungkin sepenuhnya cocok, sampai ke terjemahan hukum dan sastra, dan barangkali mungkin cocok hanya terdapat pada tingkat operasi yang pertama.
tingkat. Yang pertama adalah tingkat paraprocessing, dengan pengolah kata, kamus pencarian on-demand dengan fasilitas telekomunikasi untuk konsultasi dengan klien, kolega, dan lain-lain. Tingkat kedua melibatkan kamus pencarian otomatis, ditambah analisis morfologinya. Tingkat ketiga adalah MP "penuh", dengan kemungkinan pra- dan pasca-editing serta intra-pengolahan. Semua dikemas bersama-sama secara fleksibel dan efisien. Melby menyimpulkan dengan mengingatkan pembaca bahwa ada berbagai jenis MP untuk user dengan kebutuhan berbeda, mulai dari "terjemahan indikatif", yang outputnya berasal dari dari sistem otomatis yang mungkin sepenuhnya cocok, sampai ke terjemahan hukum dan sastra, dan barangkali mungkin cocok hanya terdapat pada tingkat operasi yang pertama.
ANALISIS TEMUAN
Uji Coba Penggunaan
Mesin transtool yang
digunakan sebagai uji coba dalam pengunaan penerjemahan dalam penelitian
pustaka ini adalah Rekso Transtool. Mesin ini dapat berjalan atau digunakan
dengan bantuan komputer dan yang sejenisnya.
Mesin ini berguna sebagai
penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Juga bisa berlaku
sebaliknya.
Mesin translator dilengkapi dengan kamus terjemahan. Isi kamus ini dapat
dilengkapi atau diperkaya lagi oleh penggunanya.
Berikut adalah tampilan dari mesin Rekso
Translator.
Gambar 1
Tampilan Jendela Mesin Rekso Translator
Gambar 2
Tampilan Isi Mesin Rekso Translator
Dalam mesin rekso translator terdapat
beberapa menu yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Adapun menu yang dimasud
adalah:
1)
Pilihan media input merupakan menu untuk
memasukkan bahasa sumber. Bahan dari bahasa sumber dapat ditik langsung,
ataupun dapat menyalin dari file yang sudah disiapkan.
2)
Berupa tampilan dari bahasa sasaran atau
bahasa target. Hasil terjemahaan bisa sebagai tampilan saja, ataupun bisa
langsung disimpan menjadi sebuah file. Di menu ini juga hasilnya dapat sebagai
bahasa sasaran saja ataupun bisa disimpan dengan bahasa sumbernya.
3)
Bidang keilmuan pengguna. Di menu ini
pengguna dapat menyorot sesuai bidang keilmuan yang dikehendaki. Bidang umum,
pendidikan, kesehatan, hukum dan bidang lainnya dapat ditentukan sebagai bahasa
sasarannya.
4)
Arah terjemahan. Terdapat dua pilihan yaitu
dari bahasa Inggris ke Indonesia atau sebaliknya. Yang mana pilihan pengguna
tinggal menyorot pada icon yang tersedia.
Selain keempat menu di atas di dalam rekso
translator juga terdapat menu tambahan yaitu menu bantuan, daftar kata, serta
menu koreksi kamus.
Berikut penulis sajikan hasil terjemahan
dalam bentuk paragraf sebagai bahan ulasan selanjutnya.
Bahasa
Sumber
(Bahasa
Inggris)
|
:
|
The problems in this paper are the
criteria, and steps to arrange teaching
material by using local folklore. The aims of this paper are to describe, and
how to arrange language and Indonesian literature teaching materials source
from the south Banten folklore for elementary school students in Pandeglang
district. The method of this research is descriptive-analysis. Questionnaire
technique is used to capture the teachers' opinion about the criteria and
steps to make folklore as teaching materials.
|
Bahan tersebut dimasukkan ke dalam mesin
penerjemahan seperti tertera pada gambar berikut ini.
Gambar 3
Tampilan Bahasa Sumber di MP
Hasil terjemahan dalam
bahasa sasaran bahasa Indonesia adalah:
Gambar 4
Tampilan Bahasa Sumber dan bahasa Sasaran
Bahasa
Sasaran
(Bahasa
Indonesia)
|
:
|
The
permasalahan di catatan/kertas ini
adalah ukuran-ukuran, dan langkah-langkah untuk menyusun material pengajaran
oleh menggunakan dongeng-dongeng lokal. The tujuan-tujuan dari catatan/kertas
ini adalah untuk menguraikan, dan bagaimana cara menyusun bahasa dan sumber
bahan-bahan pengajaran literatur Indonesia dari selatan Banten
dongeng-dongeng untuk para siswa sekolah dasar di dalam Pandeglang daerah.
Metoda dari riset ini adalah deskriptif. analisa. Teknik daftar pertanyaan
digunakan untuk tangkapan pendapat guru sekitar langkah-langkah dan
ukuran-ukuran untuk membuat dongeng-dongeng sebagai mengajar bahan-bahan.
|
Hasil perbaikan bahasa
sasaran adalah sebagai berikut ini.
Bahasa
Sasaran
(Bahasa
Indonesia)
|
:
|
Permasalahan
dalam tulisan ini adalah kriteria, dan langkah-langkah menyusun bahan ajar
cerita rakyat. Tujuannya untuk mendeskripsikan, cara menyusun bahan ajar
bahasa dan sastra Indonesia yang bersumber dari cerita rakyat Banten Selatan
bagi siswa sekolah dasar di Kabupaten Pandeglang. Metode penelitian yang
digunakan deskriptif-analitis. Teknik angket digunakan untuk menjaring
pendapat guru tentang kriteria dan langkah-langkah menyusun bahan ajar cerita
rakyat.
|
KESIMPULAN
Teknologi menyediakan
kemudahan, termasuk dalam menerjemahkan. Karena perkembangan teknologi pula,
saat ini ada bermacam software terjemahan, misalnya Transtool.
Transtoll sangat terkenal di
kalangan mahasiswa, terutama untuk kuliah bahasa Inggris; sayangnya mahasiswa
terkesan asal pakai, diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan tentang tips
dan trik pemanfaatannya secara efektif. Selain itu ada juga yang
"memaksanya" untuk memahami buku-buku teks berbahasa Inggris.
Mestinya, kita perlu memahami beberapa hal mendasar agar kita sadar konteks dan
tidak semena-mena menggunakan teknologi dengan dalih kemajuan dan kemudahan,
yang sebenarnya justru bisa membuatnya jadi bahan tertawaan.
Yang paling mendasar adalah
bahwa transtool lahir di era kebuuhan
akan terjemahan semakin dirasakan keperluannya. Ibarat kulkas, ia memang
didesain utuk rumah yang telah memiliki prasarana listrik dan dimaksudkan untuk
menyimpan sayur, daging, dan sebagainya. Apabila dipergunakan untuk menyimpan
baju (seperti pernah terjadi di suatu tempat yang makmur tapi belum ada listrik
di awal tahun 1990-an), tentu akan menjadi tertawaan dan membuat kita mengelus
dada.
Dengan demikian memaksa transtool
menerjemahkan paper yang kemudian dikumpulkan tanpa koreksi itu seperti
menggunakan kulkas untuk menyimpan celana dalam.
Penerjemah otomatis seperti transtool
merupakan program komputer. Dia tidak "memahami" kata-kata selain
yang ada dalam database-nya meskipun database itu selalu di-update hampir
setiap detik. Karena itu mestinya kita tidak memaksa transtool menerjemahkan dan
menggunakannya secara serta merta.
Transtool tidak akan banyak
membantu untuk menerjemahkan tulisan kita sendiri ke dalam bahasa asing tetapi
akan sangat berguna dalam satu hal: untuk memahami informasi yang ditampilkan di
suatu halaman dalam bahasa asing. Transtool akan membantu untuk sekedar
mengetahui gambaran umum dari isi paragraf tersebut. Meski tidak seratus persen
akurat, sekurang-kurangnya kata-kata kunci dalam halaman itu dapat kita pahami,
bahkan meski tulisan itu tidak disertai ilustrasi atau gambar. Tingkat akurasi
terjemahan transtool akan lebih tinggi jika kita paham terhadap bahasa sumber
dan bahasa sasarannya.
Dengan demikian, kita perlu
selalu menempatkan alat, teknologi, dan fasilitas itu pada tempatnya, untuk
tujuan apa ia dibuat. Transtool pertama-tama dibuat dan memang sangat berguna
untuk memahami informasi secara tidak mendalam. Dalam hal terjemahan untuk
sesuatu yang lebih berjangka panjang seperti makalah atau buku, terjemahan
mesin tentu akan menguras pikiran kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation: An Essay
in Applied Linguistics. London: Oxford University Press.
Hatim,
Basil dan Ian Mason. 1997. The Translator Communicator. London
Routledge.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Humanika, Eko Setyo. 2002. Mesin Penerjemah Suatu Tinjauan Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Masa
University Press
Newmark, Peter. 1994. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press.
Newmark,
peter. 1988. A Textbook of
Translation. Hertfordshire: Prentice Hall International.
Nida,
Eugene Aand Taber, Charles R. The theory and Practice of Translation.
Leiden: E. J. Brill
Nirenburg,
Sergei. 1987. Machine Translation. Cambridge:
University of Cambridge